Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Indonesia
Tahun
demi tahun, pemerintahan telah silih berganti, namun pertanyaan yang
patut terlontarkan, sudah sejahterakah rakyat di negeri ini? Pertanyaan
tersebut patut dikemukakan sebab hampir di setiap rezim pemerintahan,
jargon kesejahteraan selalu diusungnya. Bahkan hal tersebut selalu
digunakan untuk membius pikiran dan keinginan rakyat agar selaras dengan
kemauan pemerintah.
Bagi
pemerintah ketika pertanyaan tersebut terlontar mungkin akan menjawab
sudah, namun bagi sebagian masyarakat akan menjawab belum. Lalu apa
sebenarnya parameter atau indikator kesejahteraan. Banyak teori untuk
menilai kesejahteraan rakyat, salah satunya adalah Indeks pembangunan
masyarakat (IPM), atau indeks kesejahteraan masyarakat (human
development indeks). Berkaitan dengan IPM ini UNDP di bawah bendera PBB
mencantumkan tiga indikator yaitu pendidikan, kesehatan dan daya beli
masyarakat. Artinya tinggi rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat,
tergantung pada tiga hal ini, bila sebagian besar sudah terpenuhi
ketiganya berarti tingkat kesejahteraan di negara tersebut cukup tinggi.
Pada
awalnya untuk menilai tingkat kesejahteraan masyarakat menggunkana
indikator GNP (grost nasional product) dan indikator lain yang selaras
seperti tingkat inflasi, pengangguran, investasi, tingkat pembelanjaan
pemerintah, tingkat konsumsi dan posisi neraca perdagangan. Teori ini
dipresentasikan oleh John Mayard Keynes dan diterima PBB sebagai alat
untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat sebuah negara. Namun
beberapa tahun belakang indikator tersebut mulai ditinggalkan. UNDP
mulai menggunakan indikator lain dalam menilai tingkat kesejahteraan
rakyat sebuah negara, seorang pakar ekonomi Pakistan, Mahbub ul haq
mulai mengembangkan konsep baru. Beliau mengoreksi cara mengukur tingkat
kesejahteraan dengan GNP. Tingginya angka GNP tingginya tingkat
kesejahteraan rakyat tidak dapat diterima begitu saja. Sebab angka GNP
adalah angka rata-rata. Sementara rata-rata bermakna bahwa masyarakat
dapat mengakses kehidupan dengan rata dan mempunyai pendapatan yang rata
juga, padahal tidak demikian.
Gambaran
mudahnya, dengan masuknya beberapa konglomerat kaya ke suatu negara
secara otomatis mendongkrak angka GNP padahal dibalik itu banyak rakyat
yang dalam keadaan kekurangan. Sehingga Amartya sen, ekonom kelahiran
India, penerima Nobel ekonomi pernah mengatakan kemiskinan tidak selalu
identik dengan kekurangan pangan namun dapat saja karena kurang adanya
pemerataan, disinilah beliau menekankan pentingnya distribusi.
Berpijak
dari sanalah dikembangkan indikator kesejahteraan lain, yaitu indeks
pembanguna masyarakat. Sementara itu hal selaras yang saat ini masih
menjadi perbincangan hangat yaitu adanya keinginan sebagian masyarakat
yang ingin memasukkan variabel moral, dan tingkat partisipasi masyarakat
dalam politik ke dalam indikator IPM. Pendidikan, kesehatan dan daya
beli masyarakat hanya mengukur kesejahteraan fisik saja sementara non
fisiknya belum terukur maka perlu memasukkan variabel tersebut, bahkan
akhir akhir ini, indeks demokrasi, perlakuan jender masuk dalam
pengukuran IPM. Bila dilihat dengan tiga indikator yang sudah fixed
tersebut, bagaimanakah kondisi kesejahteraan masyarakat Indonesia saat
ini?
Cara
melihat tingkat pendidikan suatu negara minimal dengan dua indikator
yaitu angka melek huruf dan lama melanjutkan pendidikan. Saat ini
terlihat di tiga wilayah saja angka buta huruf masih tinggi, Jawa Tengah
15,2%, Jawa Timur 18,7% dan Jawa Barat 7,8% dari fakta ini terlihat
masih banyak masyarakat yang belum memperoleh akses pendidikan. Hal ini
juga mencerminkan kualitas masyarakat Indonesia masih rendah sehingga
tidak aneh bila dibandingkan dengan negara lain pendidikan Indonesia di
posisi belakang.
Pendidikan
Dari
79 perguruan tinggi yang tercatat di Asia, UGM yang merupakan ikon
perguruan tinggi ternama di Indonesia menduduki peringkat ke-67, UI 70,
UNDIP 77 dan UNAIR paling bawah 79. Peringkat ini dilihat dari reputasi
akademik, SDM/dosen, hasil karya riset, sumber dana, gaji dosen, rasio
mahasiswa tiap dosen, publikasi jurnal internasional dan kepadatan
bandwith komputernya. Sementara itu yang bercokol diperingkat atas
adalah Universitas Tohuku (Tahuku University) Jepang. Universitas lain
yang masih berada di peringkat atas, ranking 10 Melbourn University,
ranking 23 Waseda University Jepang, ranking 27 universitas Malaya
Malaysia, ranking 32 philipines University, ranking 39 Mahidong
University Thailand dan ranking 45 University of Delhi India.
Lain
universitas lain pula institut sain dan teknologi, di antara 35
institut yang di survey ikon institut ternama di Indonesia, yaitu ITB
berada diurutan 15, masih mendingan karena mampu melampui 20 institut
ternama lain yang tersebar di beberapa negara di Asia. Namun yang
mengejutkan urutan 4, 5, 6, dan 7 di borong India, sementara itu ranking
satu berada di bawah Bendera Korea Advanced science and teknology
Institut. (Jawapos, 14 Desember 2004)
Tingkat
kesehatan rakyat sebuah negara dapat dilihat dari angka umur harapan
hidup (UHH). Tahun 2000 UHH rakyat Indonesia 65,6 tahun semnatar itu
tahun berikutnya 2001 naik menjadi 65,8, ini mencerminkan tingkat
kesehatan masyarakat mengalami perbaikan. Namun secara internasional UHH
rakyat Indonesia masih rendah. Pada tahun yang sama UHH rakyat Thailand
69,9 tahun, Malaysia 72,2 tahun, Singapura 77,4 tahun dan Jepang 80,8
tahun. Mengapa UHH indonesia rendah yang berarti tingkat kesehatannya
belum baik, hal ini disebabkan beberapa hal, antara lain rendahnya akses
pelayanan kesehatan, rendahnya akses air bersih, rendahnya gizi balita,
mewabahnya penyakit menular dan lambannya penanganan kematian ibu
melahirkan.
Kesehatan
Daya beli masyarakat
Pendapatan
perkapita masyarakat mengalami fluktuasi, tahun 1996 pengeluaran
perkapita Rp. 587, 4 juta rupiah, tahun 1999 mengalami penurunan
sehingga besarnya cuma Rp. 578,8 juta hal ini disebabkan oleh badai
krisis yang saat itu melanda negara-negara Asia termasuk Indonesia,
namun selang 3 tahun kemudian pengeluaran perkapita merayap naik
sehingga tahun 2002 besarnya pengeluaran perkapita mencapai Rp. 591,2
juta. Perbaikan ekonomi yang saat ini sudah mulai membaik, ternyata
membias pada aset penjualan PT Astra Internasional, dalam enam bulan
terakhir di tahun 2004 khusus di Jawa Barat saja mobil yang terjual 1712
unit, terdiri dari Minibus dan Pick Up terjual 594 unit, Taruna 162
unit, Ceria 42 unit dan primadona baru Xenia 914 unit.
Daya
beli sebagian masyarakat meningkat.meskipun mayoritas mengalami
penurunan dan berdasar angka statistik pemerintah pada survey tahun
lalu, 19 persen masyarakat Indonesia miskin. Dari 211 juta penduduk
Indonesia tahun 2003, sekitar 6-8 juta (3-4%) penduduk masuk kategori
kaya, minimal memiliki aset 4 juta dollar AS atau sekitar Rp 32,2
milliar. Sementara itu sekitar 21 juta (10%) jumlah penduduk Indonesia
tergolong setengah kaya dengan aset 500 000 dollasr AS atau sekitar Rp 4
milliar.
Jumlah
kelas menengah Indonesia sekitar 32 juta (15%) dengan pendapatan
minimal Rp3,5 juta sebulan. Kelas inilah yang meramaikan mall,
supermarket, restoran, shoping center dan lain sebagainya. Kemudian
kelompok berikutnya masyarakat dengan pendapatan Rp 800.000 – 1.000.000
mencapai 50 juta (40%) terdiri dari petani dan pekerja. Mereka yang
bermukim di perkotaan dari kelompok ini sesekali mengunjungi mal dan
supermarket. Dan mereka yang memiliki konsumsi minimal mencapai sekitar
110 juta. Di luar itu mereka hanya hidup pas-pasan dan berada dibawah
garis kemiskinan yang jumlahnya jutaan. (Investor edisi 93, Januari
2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar